Pesantren dan Aktualisasi Kehidupan Sederhana dan Mandiri
Oleh : Khairul Anam (Ketua Umum PP. IKSASS
Periode IV)
Pondok Pesantren merupakan
alternatif lembaga pendidikan yang ada di indonesia yang ditawarkan oleh para
ulama indonesia sebagai sumbangsih mereka dalam membangun bangsa ini, baik dari
ilmu pengetahuan, penguatan sosial, dan yang lebih utama adalah dibidang
penanaman ilmu agama islam. Dalam perkembangannya, Pesantren telah membuktikan
kepada negeri ini tentang sumbangsih apa saja yang telah diberikan. Lantas
selanjutnya akan timbul pertanyaan, mengapa keberadaan pesantren yang
notabenenya adalah pendidikan alternatif
bisa bertahan dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang
tantangannya sangat jauh berbeda (mulai dari sebelum indonesia merdeka sampai
sekarang).
Nampaknya tidak banyak kalangan yang mengetahui semua penyebab yang
bisa mempertahankan pesantren dari ancaman perkembangan zaman baik dibidang
ekonomi, politik, hingga keamanan. Jika kita mau menelaah keberadaan kehidupan
pesantren, ada dua hal yang sangat berbeda yang gampang sekali ditemukan untuk
membandingkan dengan lembaga alternatif diluar pesantren, yaitu: kesederhanaan
dan kemandirian
Pertama, kesederhanan. Prinsip ini merupakan prinsip yang dijadikan
modal oleh pesantren dalam mengembangkan sistem yang ada didalamnya. Dengan
prinsip kesederhanaan ini, pesantren bisa membentengi diri dari serangan
pengaruh global yang kebanyakan telah melunturkan ideologi beberapa tatanan
masyarakat yang ada dinegeri ini. mislanya tidak sedikit pola hidup yang ada
dimasyarakat umum sekarang sudah tidak menggambarkan lagi kehidupan yang
bernilai indonesia yang sangat sederhana dan gotong royong. Gaya hidup hedonis
(bermewah – mewahan) ada dimana – mana, persaingan tidak sehat dalam segala
aspek kehidupan tidak jarang kita temukan, ini dibuktikan dengan maraknya
pelaku pidana, baik pidana kaum rendahan (pencurian) hingga pidana kaum elit
(korupsi). Mengapa hal itu terjadi...? mungkin jawaban yang langsung terlintas
adalah “karena tuntutan ekonomi”. Namun perlu diingat seorang elit negeri ini
kenapa masih melakukan tindak korupsi? Hal ini terjadi karena hidup hedonis
yang mereka terapkan dalam kesehariannya, mereka tidak merasa puas terhadap apa
yang mereka miliki sehingga mereka ingin memperkaya diri dengan cara yang
demikian tersebut. Konsep kesederhanaan inilah yang telah mulai terkikis oleh
eksodus dunia barat, dengan dalih perekonomian global dunia barat bisa
mempengaruhi ideologi kesederhanaan yang telah lama tertanam dalam jiwa
masyarakat indonesia khususnya masyarakat pesantren. Inilah tantangan yang
sedang dan akan terus dihadapi oleh pesantren, pesantren telah ditantang apakah
tetap bisa menjaga nilai kesederhanaan yang telah dicontohkon oleh ulama –
ulama sebelumnya bahkan kesederhanaan ini juga sangat dicontohkan oleh
rasulullah SAW dan sahabatanya. Jika ada pesantren yang sudah kecolongan dalam
mempertahankan prinsip kesederhanaan ini, maka jangan harap pesantren tersebut
akan eksis secara esesnsial ditengah masayarakat. Marilah kita jaga pondok
pesantren salafiyah syafi’iyah ini dari gaya hidup hedonis yang akan
melunturkan sedikit demi sedikit terhadap prinsip kesederhanaan yang susah
payang telah dibangun dicontohkan oleh
guru – guru kita.
Kedua, kemandirian. Prinsip kemandirian ini merupakan prinsip dasar
keberadaan pesantren yang ada dinusantara, baik kepribadian secara institusi
maupun prinsip kepribadian person yang dimiliki oleh para pelaku pesantren
(mulai dari kiai, ustadz dan santri). Dari prinsip kehidupan mandiri yang
dianut pesantren secara institusi, gusdur (136:2010) berpendapat bahawa watak
mandiri yang yang dimilki pesantren dapat dilihat dari dua sudut pandang: dari
fungsi kemasyarakatan pesantren secara umum, dan dari pola pendidikan yang ada
didalamnya. Disadari bersama bahwa dari masa ke masa pola pendidikan yang
dilakukan pesantren tetap bisa eksis bahkan berkembang, hal ini dilatar
belakangi karena peantren secara umum tidak menggantungkan nasibnya terhadap intitusi – institusi pemerintah
ataupun swasta, dengan prinsip mandiri yang murni seorang kiai bisa
mengembangkan pesantren yang diasuhnya hingga bisa mencetak santri yang bisa
bersaing dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Selain dilihat dari intitusi kelambagaan pesantren tentang
kehidupan mandiri, kemandirian yang diterapkan oleh santri yang menuntut ilmu
dipesantren juga merupakan faktor yang menunjang terhadap keberadaan pesantren
itu sendiri. Kita lihat saja perkemabangan pondok pesantren salafiyah
syafi’iyah ini, yang notabenenya santri dari kalangan ekonomi kebawah masih
bisa mempertahankan sistem pendidikan yang ada didalamnya, tak lain dipengaruhi
oleh sikap mandiri yang telah lama tertanam di diri masing – masing santri.
Santri yang belajar dipondok pesantren sangat minim menerima semacam bantuan
dari luar institusi banyak santri yang berprinsip hidup mandiri bisa menempuh
pendidikannya sampai selesai. Juga, sikap mandiri ini bisa dilihat dari produk
pesnatren itu sendiri, tidak sedikit para santri yang sudah selesai menempuh
pendidikan dipesantren, dengan dilandasi perjuangan menghidupkan ilmu agama dan
dengan tekad kemandirian yang tinggi dapat mendirikan atau mengembangkan suatu
pesantren kecil yang ada disekitar tempat tinggalnya. Sungguh sangat naif
sekali jika prinsip kemandirian pesantren ini luntur termakan oleh jaman dengan
dalih mengurangi beban institusi ataupun pribadi sebuah pesantren akan
kehilangan nilai – nilai kepesantrenan yang telah lama ditanamn oleh penggagas
dan para ulama yang memimpin pondok pesantren.
Akhirnya. Penulis hanya bisa berharap agar pondok pesantren
salafiyah syafi’iyah ini bisa menjaga prinsip – prinsip yang telah lama ditanam
oleh guru – guru kita semua, sehingga akan menghasilkan output yang tangguh dan
bisa bersaing dan dapat bersama – sama membangun masyarakat ketika kelak telah
pulang. Dan bisa menjaga keberadaan pesantren secara esensial tetap bisa
dirasakan oleh masyarakat luas dengan ciri utama santri yang berkehidupan
sederhana dan mandiri.
0 komentar:
Posting Komentar