Rabu, 20 Maret 2013

Ghazwul Fikr


By Syaiful Rijal
(sekretaris bidang SDM & INFOKOM)
               Sebagian orang beranggapan bahwa awal mula perang pemikiran (ghazwul fikr) terjadi pada tahun 661-M pasca kekhalifahan sayyidina Ali yang ditimbulkan dari permasalahan politik, hingga akhirnya meningkat menjadi persoalan teologi. Ada juga yang beranggapan bahwa embrio perang pemikiran terjadi pasca perang salib dan diyakini bahwa perang pemikiran adalah kelanjutan dari perang salib.
Alasan pertama landasannya kuat, seperti kita ketahui bersama bahwa pasca kehalifahan sayyidina ali ummat islam pecah menjadi tiga golongan yakni khawarij, murji’ah dan mu’tazilah. Khawarij adalah pengikut ali yang keluar dan mimisahkan diri (seceders) karena menganggap Ali bin Abi Talib bersalah dan berdosa karena menerima tawaran arbitrase dari pihak muawiyah atau lebih pasnya membuat hukum yang selain dari Allah, khawarij memandang bahwa Abu musa al-asy’ari (pendukung ali) dan Amr ibn al-as (pendukung muawiyah),muawiyah dan Ali ibn Abi Talib kafir karena berlandaskan surat Al-maidah (5)-44, dari sinilah timbul persoalan siapa yang kafir dan bukan kafir yang selanjutnya muncul sekte-sekte seperti murji’ah dan muktazilah yang selisih pendapat terkait masalah kafir dan dosa besar.
Alasan kedua masih menimbulkan pertanyaan besar, apakah benar perang pemikiran ditubuh islam ini adalah kelanjutan atau bagian dari perang salib?, pertanyaan ini muncul karena anggapan kedua berasal dari umat islam yang sejak dari dulu memang bermusuhan dengan ummat keresten yang sama-sama mempunyai konsep perang, permasalahan ini juga menjadi pro dan kontra dikalangan ummat islam sendiri.
Oleh karena itu, sudah seharusnya ummat islam was-was dengan munculnya perang pemikiran ini meskipun kedua anggapan diatas masih abu-abu karena kenyataannya perang pemikiran, khususnya di indonesia  semakin hari semakin memanas, hingga naik status menjadi kekerasan mengatas namakan agama bahkan tak segan-segan saling mengkafirkan dan saling membunuh. Sehingga ummat islam khususnya di indonesia berpecah belah karena ideologi yang tak sejalan.
 Sebenarnya kenyataan ini telah lama disinyalir oleh rosulullah S.A.W, baginda nabi Muhammad SAW bersabda “jibril telah datang kepadaku seraya mengatakan “wahai muhammad, umatmu kelak berpecah belah sesudahmu” lalu baginda nabi SAW bertanya “dimanakah jalan keluarnya wahai jibril” malaikat jibrilpun menjawab “di dalam kitabullah, yang dengannya Allah membinasakan setiap orang yang bertindak lalim, siapa yang berpegang teguh dengannya maka selamat, dan siapa yang meninggalkannya maka celaka, kitabullah adalah firman yang memisah antara kebenaran dan kebatilan, bukan gurauan, tidak menjadi usang oleh lisan, dan keajaibannya tidak akan sirna. Didalamnya terdapat berita tentang peristiwa sebelum kalian, keputusan hukum yang sedang terjadi diantara kalian, dan kabar berita setelah kalian”
Hadist riwayat imam Ahmad ini menjadi benteng terahir bagi kita, dan selanjutnya menjadi tugas santri sebagai talabul ilmi, Oleh karena itu kita mempunyai beban yang berat yang harus kita pikul dimasyarakat nanti, selain menjaga akidah masyarakat agar tetap berhaluan ahlussunah waljamaah kita juga dituntut menjaga diri kita agar tidak kalah dalam perang pemikiran ini.