By Syaiful Rijal
(sekretaris bidang SDM & INFOKOM)
Sebagian orang beranggapan bahwa awal
mula perang pemikiran (ghazwul fikr) terjadi pada tahun 661-M pasca
kekhalifahan sayyidina Ali yang ditimbulkan dari permasalahan politik, hingga
akhirnya meningkat menjadi persoalan teologi. Ada juga yang beranggapan bahwa embrio
perang pemikiran terjadi pasca perang salib dan diyakini bahwa perang pemikiran
adalah kelanjutan dari perang salib.
Alasan pertama landasannya kuat, seperti kita ketahui bersama bahwa
pasca kehalifahan sayyidina ali ummat islam pecah menjadi tiga golongan yakni
khawarij, murji’ah dan mu’tazilah. Khawarij adalah pengikut ali yang keluar dan
mimisahkan diri (seceders) karena menganggap Ali bin Abi Talib bersalah
dan berdosa karena menerima tawaran arbitrase dari pihak muawiyah atau lebih
pasnya membuat hukum yang selain dari Allah, khawarij memandang bahwa Abu musa
al-asy’ari (pendukung ali) dan Amr ibn al-as (pendukung muawiyah),muawiyah dan
Ali ibn Abi Talib kafir karena berlandaskan surat Al-maidah (5)-44, dari
sinilah timbul persoalan siapa yang kafir dan bukan kafir yang selanjutnya
muncul sekte-sekte seperti murji’ah dan muktazilah yang selisih pendapat terkait
masalah kafir dan dosa besar.
Alasan kedua masih menimbulkan pertanyaan besar, apakah benar perang
pemikiran ditubuh islam ini adalah kelanjutan atau bagian dari perang salib?,
pertanyaan ini muncul karena anggapan kedua berasal dari umat islam yang sejak
dari dulu memang bermusuhan dengan ummat keresten yang sama-sama mempunyai
konsep perang, permasalahan ini juga menjadi pro dan kontra dikalangan ummat
islam sendiri.
Oleh karena itu, sudah seharusnya ummat islam was-was dengan munculnya
perang pemikiran ini meskipun kedua anggapan diatas masih abu-abu karena
kenyataannya perang pemikiran, khususnya di indonesia semakin hari semakin memanas, hingga naik
status menjadi kekerasan mengatas namakan agama bahkan tak segan-segan saling
mengkafirkan dan saling membunuh. Sehingga ummat islam khususnya di indonesia
berpecah belah karena ideologi yang tak sejalan.
Sebenarnya kenyataan ini telah lama disinyalir
oleh rosulullah S.A.W, baginda nabi Muhammad SAW bersabda “jibril telah datang
kepadaku seraya mengatakan “wahai muhammad, umatmu kelak berpecah belah
sesudahmu” lalu baginda nabi SAW bertanya “dimanakah jalan keluarnya wahai
jibril” malaikat jibrilpun menjawab “di dalam kitabullah, yang dengannya Allah
membinasakan setiap orang yang bertindak lalim, siapa yang berpegang teguh
dengannya maka selamat, dan siapa yang meninggalkannya maka celaka, kitabullah
adalah firman yang memisah antara kebenaran dan kebatilan, bukan gurauan, tidak
menjadi usang oleh lisan, dan keajaibannya tidak akan sirna. Didalamnya terdapat
berita tentang peristiwa sebelum kalian, keputusan hukum yang sedang terjadi
diantara kalian, dan kabar berita setelah kalian”
Hadist riwayat imam Ahmad ini
menjadi benteng terahir bagi kita, dan selanjutnya menjadi tugas santri sebagai
talabul ilmi, Oleh karena itu kita mempunyai beban yang berat yang harus kita
pikul dimasyarakat nanti, selain menjaga akidah masyarakat agar tetap berhaluan
ahlussunah waljamaah kita juga dituntut menjaga diri kita agar tidak kalah
dalam perang pemikiran ini.